MENU
Informasi
  • 17 Sep 2018

Pangan Olahan yang Diperdagangkan Wajib Cantumkan Label

Industri pangan dan produk konsumen merupakan dua dari enam pilar sektor industri yang pengembangannya diprioritaskan oleh pemerintah Republik Indonesia. Seiring dengan perkembangan zaman, produsen memanfaatkan teknologi dalam rangka diversifikasi dan untuk meningkatkan daya saing produk mereka. Di samping itu, pelaku usaha di Indonesia juga dituntut untuk senantiasa memenuhi standar kualitas dan keamanan produk sesuai dengan regulasi yang berlaku. Dengan demikian, perusahaan perlu mengembangkan produk mereka secara berkelanjutan untuk memberikan jaminan kepada pelanggan bahwa produk yang dihasilkan aman dan memenuhi persyaratan kualitas minimum.

Masalah gizi berkaitan dengan sumber primer seperti ruang lingkup pangan. Sebagaimana ditegaskan dalam UU Pangan No. 18 Tahun 2012 bahwa segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lainnya digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan pembuatan makanan atau minuman.

Masalah gizi pada hakikatnya adalah masalah kesehatan masyarakat, namun penanggulangannya tidak dapat dilakukan dengan pendekatan medis dan pelayanan kesehatan saja. Penyebab timbulnya masalah gizi juga multifaktor, karena itu pendekatannya melibatkan berbagai sektor yang terkait. Misalnya saja SNI yang memang mengacu pada ruang lingkup, acuan normatif, istilah dan definisi, persyaratan bahan, persyaratan mutu dan keamanan pangan, pengambilan contoh, cara uji, pengemasan dan juga pelabelan.

“Dengan demikian setiap pangan olahan yang dikemas untuk diperdagangkan wajib untuk mencantumkan label,” ujar Direktorat Standardisasi Pangan Olahan BPOM, Ati Widya Perana dalam Seminar Pengujian & Sertifikasi Produk Industri di Hotel Novotel, Surabaya, 30/08 lalu.

Tak hanya itu label makanan juga harus ditampilkan secara tegas, jelas, mudah dibaca, dan tidak berdesak-desakan. “Terletak pada bagian yang mudah dibaca dan wajib menggunakan bahasa Indonesia,” tambah lulusan magister Profesional Teknologi Pangan Institut Pertanian Bogor itu.

Informasi nilai gizi pun tak lepas dari keamanan pangan yang mengondisikan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia, sebut Kepala Sub Direktorat Standardisasi Keamanan Pangan, Deksa Presiana di tempat yang sama.

Nilai gizi sangat melekat dengan bahan tambahan pangan, bisa dikatakan bahan tambahan pangan adalah bahan yang ditambahkan ke dalam pangan untuk memengaruhi sifat atau bentuk pangan, “Hanya saja terkadang masih banyak yang salah mempersepsikan fungsi dari bahan tambahan pangan ini, misalnya untuk menambah gizi pada makanan,” tambah lulusan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Deksa Presiana. Menurutnya penggunaan tambahan pangan bertujuan antara lain mengawetkan pangan, membentuk pangan, memberikan warna, meningkatkan kualitas pangan, menghemat biaya, memperbaiki tekstur, meningkatkan cita rasa, dan juga meningkatkan stabilitas.

Bahan tambahan pangan diperlukan karena terdapat perubahan pola hidup konsumen yang berdampak pada perubahan pola konsumsi. Selain itu untuk memenuhi keinginan konsumen, menarik konsumen, mempermudah dan tahan/stabil selama distribusi yang segendang sepenarian dengan inovasi industri untuk memenuhi kebutuhan konsumen seperti yang terdapat pada teknologi pengolahan, bentuk komposisi dan unsur-unsur visual dan organoleptis yang mudah diterima berbagai target konsumen serta menghasilkan convenience products yang memang memengaruhi mutu pangan itu sendiri.

Total UMKM di Surabaya yang sudah tercatat di surabaya.go.id kini mencapai 260.762 ini artinya Usaha Mikro, Kecil dan Menengah di kota Pahlawan tersebut begitu menggeliat. Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS) sampai dengan kuartal III 2017, industri makanan dan minuman terhitung pertumbuhannya berkisar 8,24 persen, sedangkan untuk tahun ini diprediksi akan tumbuh 10 persen.

Terbukti dengan lebihnya kuota undangan yang dihadiri oleh para pelaku industri makanan dan minuman pada seminar tersebut yang tampak begitu antusias. Sebagai laboratorium pengujian independen dan terlengkap di Indonesia, Qualis Indonesia memang berkomitmen dalam menjaga mutu produk yang beredar, proses pengujian di Qualis pun hanya berlaku satu pintu, yang cenderung lebih mudah dan transparan sehingga memudahkan klien untuk melihat bahkan mengawasi produk yang diujinya. (Gilang Pradana)