Strategi implementasi kota pintar dimulai dengan memintarkan terlebih dahulu manusianya, bukan teknologinya. Jika didukung dengan regulasi yang memadai kualitas hidup yang lebih baik bukan tidak mungkin bisa dicapai oleh warga yang mendiami kota pintar tersebut.
Laporan Mckinsey (2018) menyebut Smart city diyakini bisa menyelesaikan berbagai masalah perkotaan seperti kemacetan, penumpukan sampah, dan keamanan warga kota mengingat integrasi satu sama lain bekerja secara simultan. Konsep kota pintar ini mengetengahkan sebuah tatanan kota yang memudahkan masyarakat untuk mendapatkan informasi yang dapat diandalkan. Bersamaan dengan itu saat ini lebih dari 30 persen penduduk Indonesia adalah pengguna internet aktif. Ini artinya potensi untuk semakin berkembang begitu besar.
Dalam satu kesempatan Presiden Jokowi sempat mengatakan, Indonesia sedang mengembangkan Gerakan Menuju 100 Smart Cities yang mendorong penggunaan teknologi untuk memajukan kota guna mewujudkan tata kelola pemerintahan yang lebih efektif, transparan dan terpercaya. Namun, kota pintar tidak hanya mengenai penggunaan teknologi atau pembangunan fisik semata melainkan juga peningkatan sumber daya manusia menjadi aspek utama dan fundamental.
Dalam beberapa tahun terakhir, peran standardisasi baik dalam bentuk Standar Nasional Indonesia, standar internasional maupun acuan normatif lainnya yang diakui oleh industri, semakin penting dalam memastikan konsistensi kualitas dan keamanan produk yang beredar di masyarakat. Saat ini laboratorium pengujian independen dan tergolong lengkap masih jarang ditemui di Indonesia. Sedangkan untuk mewujudkan kota pintar tak bisa terlepas dari komponen di dalamnya yang mengacu pada kualitas standar minimum. Untuk membuatnya terjadi maka diperlukan laboratorium uji yang memadai.
Selama ini pun yang paling aktif dalam proses perumusan standar elektroteknika ialah pihak pemerintah. SNI sektor elektroteknika yang ada sekarang pun masih standar-standar lama. Untuk itu keaktifan para pelaku industri sangatlah dibutuhkan guna merumuskan standar demi menciptakan kenyamanan dan meningkatkan kualitas hidup warganya. Hal ini cukup berbeda dengan kondisi di negara-negara maju. Oleh karena itu pemerintah mendorong pihak industri agar lebih aktif mengusung standar-standar elektroteknika, baik di nasional maupun internasional.
PT Qualis Indonesia mencoba menjawab tantangan tersebut yang menghadirkan 16 divisi layanan pengujian dengan diberlakukannya metode transparan dan satu atap di mana setiap klien Qualis dapat melihat produk yang sedang diujinya. Untuk saat ini di antara 16 divisi yang ada di Qualis divisi yang cukup menonjol adalah divisi pengujian LED-Luminer mengingat kota pintar sangat membutuhkan distribusi pencahayaan yang baik dan ditunjang dengan adanya pengujian Kabel dan Aksesoris Listrik.
Sejak pertama kali berdiri pada 2012 silam Qualis Indonesia memang berkomitmen penuh terhadap pengujian yang mengedepankan kualitas sehingga ketika kelak sebuah produk telah beredar, masyarakat tidak perlu lagi merasa khawatir akan kabel yang mudah rusak dan menimbulkan hal yang tidak diinginkan di kemudian hari. Begitu juga pada aksesoris listrik seperti saklar, stop kontak, fitting, dan lain-lainnya yang mudah korslet.
Indonesia sendiri telah merencanakan tercapainya prinsip kota layak huni, aman, dan nyaman pada 2025, tercapainya kota hijau dan ketahanan iklim dan bencana pada 2035, dan terciptanya kota pintar yang berdaya saing dan berbasis teknologi pada tahun 2045. Namun begitu, kemajuan suatu wilayah tidak terlepas dari kemajuan teknologi dari pencahayaan kota itu sendiri. Hal ini pun dibuktikan dengan semakin berkembangnya kota pintar di beberapa negara di dunia, tak terkecuali Indonesia, di mana energi cahaya yang dipakai juga berpengaruh pada teknologi lain yang dipakai di kota itu. Selain cahaya penunjangnya pun perlu diperhatikan kualitasnya seperti kabel listrik beserta aksesoris di dalamnya. (Gilang Pradana)