Jakarta, 29 November 2017 – Memasuki perdagangan global, Indonesia akan menyambut era di mana produk dari negara –negara luar akan secara bebas beredar di pasar Indonesia. Maka itu, Indonesia membutuhkan kesiapan dan rasa optimis untuk menyongsong pasar bebas. Penerapan standar menjadi salah satu strategi meningkatkan daya saing. Karena standar, menjamin mutu dan keamanan produk.

Menurut data yang dirilis oleh World Economic Forum (WEF) terkait Global Competitiveness Index 2017-2018, sektor manufaktur Indonesia dipandang masih memiliki potensi yang tinggi untuk terus berkembang. “Indonesia naik posisi, jadi posisi 9 sejak 2017. Itu yang disampaikan Perwakilan UNIDO (United Nations Industrial Development Organization) di Indonesia, Shadia Bakhait Hajarabi,” ungkap Airlangga Hartarto Menteri Perindustrian RI seperti dikutip dari Antara. Daya saing Indonesia secara global tahun ini berada pada posisi ke-36 dari 137 negara.
Posisi tersebut naik lima peringkat dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Meski demikian, produk Konsumer berperan penting dalam menopang pertumbuhan ekonomi Indonesia. Terdapat tiga sektor industri produk konsumer di Indonesia yang memiliki potensi besar, antara lain industri pengolahan makanan, otomotif, dan elektronik. Tentunya produk – produk tersebut diharapkan berkualitas tinggi dan harus aman untuk dikonsumsi oleh masyarakat.
Untuk pertama kalinya PT Qualis Indonesia sebagai laboratorium independen terkemuka dan terlengkap di Indonesia menginisiasi sebuah forum yang diberi tajuk Indonesia Quality and Safety Forum 2017 (IQSF) yang diselenggarakan di Hotel JW Marriot, Jl. DR Ide Gde Agung, Kawasan Mega Kuningan, Jakarta Selatan.

IQSF 2017 digelar sebagai wadah diskusi bagi para pemangku kepentingan meliputi asosiasi, perusahaan manufaktur, profesional industri, serta regulator. Produk SNI wajib di dalam negeri, masih relatif lebih rendah ketimbang negara lain di Asean. Indonesia sendiri baru menetapkan SNI wajib kepada 105 jenis produk manufaktur. Lain halnya dengan Thailand yang sudah menetapkan standar wajib bagi 1000 jenis barang. Untuk itu, kolaborasi swasta dan pemerintah mesti ditingkatkan lagi.
Dalam sesi umum IQSF 2017 yang digelar di pagi hari, panel diskusi diampu oleh perwakilan dari Komite Ekonomi Industri Nasional, Badan Standardisasi Nasional, serta Kementerian Perindustrian yang membawakan materi seputar manfaat peningkatan kualitas dan keamanan produk untuk perlindungan konsumen dan daya saing industri.
Sedangkan pada sesi siang harinya, diskusi mengangkat tema secara holistik untuk membahas perkembangan industri elektronika, LED dan Luminer, serta peningkatan kualitas dan keamanan produk makanan, minuman dan kosmetik. Pembahasan dikemas secara interaktif dan melibatkan berbagai pihak dalam sesi diskusi panel.
Menurut Kukuh, selaku Deputi Bidang Penerapan Standar dan Akreditasi Badan Standardisasi Nasional (BSN), “standar memiliki peran untuk melindungi keamanan, keselamatan, kesehatan dan lingkungan hidup serta meningkatkan daya saing.” Ungkapnya, dihadapan audiens IQSF 2017. Badan Standardisasi Nasional (BSN) merupakan lembaga pemerintah non kementerian yang memiliki tanggung jawab untuk membina, mengembangkan serta mengkoordinasikan kegiatan di bidang standardisasi secara nasional. Sampai saat ini, per September 2017, BSN telah menetapkan SNI sejumlah 11.385 dan jumlah SNI yang telah diwajibkan oleh instansi terkait sejumlah 205 SNI untuk seluruh sektor industri.

Ada pun yang menjadi pembicara di IQSF 2017 ini adalah Benny Soetrisno dari Komite Ekonomi Industri Nasional (KEIN), Kukuh S. Ahmad, Deputi Bidang Penerapan Standar dan Akreditasi Badan Standardisasi Nasional (BSN), I Gusti Putu Surya Wirawan, Dirjen Ketahanan dan Pengembangan Akses Industri Internasional Kemenperin RI, Putu Juli Ardika, Direktur Industri Maritim, Alat Transportasi, dan Alat Pertahanan Kemenperin RI, Anju Hamonangan Gultom tim inti dari Direktorat Teknis Kepabeanan, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan masih banyak lagi. (Gilang Pradana)